Γ— -language-

Γ—

view_list1.png Article     view_masonry.png Gallery     view_list2.png Videos    
Γ—
  • url:
Γ—
Γ—
Γ—
6 0 0 0 0 0
6
   ic_mode_light.png

πŸ”Ž Melakukan Hubungan Badan Sebelum Istri Mandi Wajib

Pada dasarnya, hubungan intim terlarang dilakukan saat seorang wanita masih dalam masa haidh, berdasarkan firman Allah ο·»:
.
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh, katakanlah “itu adalah sesuatu yang kotor”, karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci, apabila mereka telah suci, campurilah mereka…” (QS. Al-Baqarah: 222).
.
πŸ‘€ Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
“dan (Allah ο·») melarang untuk mendekati mereka (para istri) dengan melakukan jima’ (hubungan badan) selama haid masih ada, dan bisa dipahami bahwa: jika haid telah selesai maka kembali menjadi halal” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim: 1/439).
.
Setelah selesai masa haid dan berhenti darahnya, maka seorang wanita diwajibkan untuk melakukan mandi untuk menyucikan dirinya. Agar ia kembali bisa melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditinggalkan selama masa haidh, seperti sholat, puasa, dan melayani suaminya dengan berhubungan badan.
.
πŸ‘₯ Maka mayoritas para ulama seperti Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I, Mazhab Hambali dan lainnya menjadikan mandi wajib setelah haid sebagai syarat dibolehkannya melakukan hubungan intim, sebagaimana Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:
.
“Bahwa sesungguhnya berhubungan intim dengan wanita yang sedang haid sebelum melakukan mandi wajib hukumnya haram, walaupun darah haid nya telah berhenti, sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ahli ilmu” (Al-Mughni: 1/384).
.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:
“Tidak boleh behubungan intim dengan wanita haid dan nifas sampai melakukan mandi wajid, apabila air tidak ada atau wanita tersebut ditakutkan terjadinya bahaya jika menggunakan air karena sakit atau dingin yang sangat maka hendaklah ia ber-tayammum, dan dibolehkan melakukan hubungan intim setelah itu, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci” yaitu: berhentinya darah haid, “Maka apabila mereka telah suci” yaitu: mereka telah melakukan mandi wajib”. (Majmuatul Fatawa: 11/359).

Ketika menafsirkan firman Allah:
“Apabila mereka telah bersuci maka campurilah mereka.”
.
πŸ–Š Para Ulama Tafsir dari kalangan sahabat seprti Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma mengatakan:
“(Yaitu) apabila mereka telah melakukan mandi wajib”, Maka beliau (Ibnu Abbas) mensyaratkan bolehnya melakukan hubungan intim dengan 2 syarat;
(1) Berhentinya darah haid,
(2) Mandi wajib, maka tidak dibolehkan melakukan hubungan intim keculi jika dua syarat tersebut sudah terpenuhi”. (Al-Mughni: 2/384).
.
Namun Mazhab Hanafi dalam hal ini menyatakan pendapat yang berbeda:
“Mereka berkata: Dibolehkan bagi laki-laki mendatangi istrinya jika telah berhenti darah haid dan nifas yaitu setelah berlalunya batasan waktu terlama haid 10 hari, dan waktu terlama untuk nifas 40 hari, walaupun belum melakukan mandi wajib” (Al-Fiqhu ‘alal Mazahibil ‘Arba’ah: 73).
.
Hanya saja, mayoritas para ulama menyatakan bahwa pendapat mazhab Hanafi di sini sangat lemah, dan yang rajihnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa mandi wajib merupakan syarat bolehnya mencampuri istri setelah berhenti darah haidnya, sehingga jika sepasang suami dan istri melakukan hubungan badan sebelum syarat ini terpenuhi maka hukumnya haram.
.
Wallahu A’lam.

❮ previous
next ❯
ArtikelinfoduniaDiskusiPendidikan
+
<<
login/register to comment
Γ—
  • ic_write_new.png expos
  • ic_share.png rexpos
  • ic_order.png order
  • sound.png malsa
  • view_list1.png list
  • ic_mode_light.png light
Γ— rexpos
    ic_posgar2.png tg.png wa.png link.png
  • url:
Γ— order
ic_write_new.png ic_share.png ic_order.png sound.png view_masonry.png ic_mode_light.png ic_other.png
+